Binatang Buas yang terpojok


Aku melihatmu
Tatapan matamu
Aumanmu
Ancamanmu
Aku melihatmu

Kau meringkuk,
Sesekali mengaum menunjukkan kebuasanmu
Matamu tajam tapi menangis
Sesakit itu melindungi dirimu

Matamu gelap
Kau mencakar membabi buta
Kau terpojok tak berdaya
Sesakit itu melindungi dirimu

Kau marah,
Kau murka,
Kau bingung
Jadi kau hancurkan semua di depanmu
Sesakit itu melindungi dirimu

Aku hampiri perlahan
Aku melihatmu
Kau terluka sehingga melukai,
Kau sakit sehingga menyakiti
Aku melihatmu
Aku tak akan membalasmu karena aku di sini untukmu
Mengobati lukamu
Aku melihatmu

Hanya sekejap saja


Mama tahu hari-hari ini hanya akan sekejap saja
Kebingungan karena tangisan tak kunjung reda
Kekesalan karena kau menutup mulut rapat saat makan
Kelelahan karena kau ingin main terus saat waktu istirahat

Mama tahu hari-hari ini hanya akan sekejap saja
Mengganti popokmu,
Menuntunmu belajar berjalan,
Mengajarmu bicara,
Menyuapimu makan,
Menggendongmu,
Memelukmu,

Dan setelah itu,
Hari-hari ini hanya tinggal kenangan,
Kenangan perasaan yang tak akan hilang,
Ketika kau nanti tumbuh besar,
Hanya ada kehangatan dalam hati tiap mengingatnya

Karena itu hari-hari ini Mama tak akan bosan, Nak
Mama tak akan mengeluh walau lelah,
Mama tak akan mengomel walau kesal,
Mama tak akan menggerutu atau marah

Karena hari-hari ini hanya akan sekejap saja

Kenangan Perasaan (2)


Tidak semua perasaan akan bertahan…
Sebagian akan terbang seperti asap,
hilang begitu saja seiring berjalannya waktu
Kau berusaha mencarinya,
Namun perasaan itu tak ada lagi
Hilang..

Sebagian akan memudar seiring berjalannya waktu,
Kau berusaha merengkuhnya,
Tapi lama kelamaan membeku,
Tanpa sadar kau tak lagi memilikinya
Hilang…

Sebagian direnggut paksa begitu saja,
Kau berusaha mempertahankannya,
Mati-matian kau mendekapnya,
Dan seiring berjalannya waktu,
Kau belajar melupakan

Namun ada perasaan yang menetap selamanya…
Mengendap jauh ke dalam lubuk hati
Tak bisa hilang,
Tak bisa memudar,
Tak bisa membeku,

Bahkan ketika direnggut paksa darimu
Kau akan tetap mengenangnya,
Mungkin terlupakan sementara
Tapi kemudian muncul lagi,
Walau kau berusaha tapi tak mau hilang,
Begitu besar dan kuat

Perasaan itu tak pernah jadi sekedar kenangan,
Karena kau menyimpannya jauh dalam lubuk hatimu
Bahkan ada dalam nafasmu

Perasaan itu bisa cinta,
Bisa juga benci

Berbahagialah jika memiliki cinta yang tak pernah pudar
Cinta yang selalu menetap di hatimu

Namun malanglah nasib mereka yang memiliki kebencian yang tak bisa hilang,
Karena akan mematahkan tulang dan meremukkan jiwa

—-

Saya pernah menulis Kenangan Perasaan di sini

Tulisan yang sebelumnya ditujukan untuk suami saya… ini pun demikian… terimakasih untuk tetap memiliki perasaan itu setelah sekian lama…

Ketika Hidup tak Menyenangkan


Anakku,
Aku tak ingin melihatmu kecewa,
Tapi kekecewaan tak bisa dipisahkan dari hidup
Karena hidup tak selalu memberi apa yang kita inginkan

Aku tak ingin melihatmu sedih,
Tapi percayalah,
Kesedihan di masa yang akan datang,
lebih dari sekedar harus tidur saat kau masih ingin bermain

Aku tak ingin melihatmu marah,
Tapi mengendalikan amarah adalah pelajaran yang teramat penting
Kalau kau tak belajar sekarang,
Kau akan sulit menguasainya kelak

Aku tak ingin melihatmu patah hati,
Tapi patah hati saat mainan rusak,
atau ketika keinginanmu tak dituruti, Tak ada apa-apanya…
dibanding ketika kau kehilangan orang yang kau sayang..
Tapi itu adalah bagian dari hidup

Aku tak ingin melihatmu lemah,
Tapi saat-saat di mana kita lemah,
adalah saat di mana kita menyadari
Bahwa kita manusia biasa,
Bahwa kita butuh orang lain,
Kita butuh Tuhan

Anakku,
Hidup tidak selalu menyenangkan,
Kau bisa kecewa, sedih, marah, patah hati, atau merasa lemah…

Saat kau merasakan itu semua,
Jangan menjadi kalah,
Tetaplah kuat,
Karena manusia diciptakan untuk menjadi pemenang atas kehidupannya
Tentu saja bersama Dia yang memberimu kekuatan

Tentang berpikir sebelum Bicara


Anakku,
Suatu saat kau akan bisa bicara,
Satu hal yang mau ku ajarkan padamu,
Berpikirlah sebelum bicara

Berpikirlah sebelum berkata-kata,
Apa dampak perkataanmu…
…pada keadaan
…pada perasaan orang lain
…pada nama baikmu

Berpikirlah sebelum berkata-kata,
Apa dampak dari perkataanmu…
Apakah membangun atau menjatuhkan,
Apakah bermakna atau omong kosong,
Apakah menghibur atau menyakitkan,
Apakah menguatkan atau melemahkan

Anakku,
Suatu saat kau bisa bicara
Ingatlah…
Jika hal itu bergantung padamu,
Usahakan hidup damai dengan semua orang
Hindari perbantahan,
Berpikirlah dahulu…dan pilihlah kata-kata dengan baik

Menjadi Mama di usia 42


Saya menjadi Mama di usia yang tak bisa dibilang muda. Walau saya ingin berkata “saya berjiwa muda”, memiliki anak beda cerita. Tubuhmu memberitahumu bahwa “kau tak muda lagi, akui saja”

Di atas usia 40, seluruh organ tubuhmu pun berusia di atas 40, normalnya begitu. Dan berusia di atas 40 berbeda dengan usia 25 tahun. Bahkan tanpa kehamilan atau beban habis operasi , di usia 40 kau akan merasa pegal ketika duduk terlalu lama, sakit pinggang saat berdiri setelah duduk terlalu lama, membungkuk di waktu yang lama, dan kegiatan fisik lain

Namun menjadi orang tua di usia 42 tahun juga berarti kau hanya memiliki beberapa tahun sisa untuk dipanggil Mama oleh anak yang keluar dari rahimmu sendiri. Tentu saja mengadopsi anak adalah pilihan yang mulia… tapi jika kau ingin dipanggil mama oleh buah hati yang lahir dari dirimu sendiri, maka usia 42 adalah seperti kereta terakhir.

Peduli amat sakit pinggang saat berdiri lama, atau luka bekas caesar yang menjadi keloid, atau kegiatan memberi asi yang membuat sakit punggung semalaman,… ketika kau memegang bayi mungil dalam genggamanmu semua tidak ada artinya.

Kemarin saat kontrol, kami baru tahu bahwa anak kami kuning dengan bilirubin 16.3 (batasnya untuk usia dan kondisinya adalah 18, jadi sudah mendekati). Kami benar-benar kuatir. Dokter mengatakan tenang saja dan menyuruh saya dan suami untuk memasukkan anak saya ke perinatal care.

Saat antri kami memutuskan untuk pulang karena antrian panjang dan banyak anak-anak sakit yang mungkin bisa menulari anak kami, jadi kami memutuskan untuk mencari second opinion dan pulang saja.

Dokter yang kedua memberi solusi untuk menyeling ASI dengan sufor, dan kami lakukan dengan perasaan kuatir. Semalaman saya tidak bisa tidur sampai subuh tadi sepupu saya tercinta berkata, tidak apa, sinar saja… anakku juga kemarin begitu yang baru lahir, kemudian kami chat panjang lebar mengenai mengatasi kondisi kuning pada anak berdasarkan pengalamannya (dua anaknya kuning saat usia 1-2 minggu karena perbedaan golongan darah dengan ibu)

Nasihat dari ibu dengan pengalaman yang peduli dan kita percayai jauh lebih penting daripada dokter manapun. Jadi jam 5 saya mengajak suami saya untuk kembali ke RS tempat anak kami dilahirkan dan kami memasukannya ke perinatal care.

Tadi sore saya datang untuk memberi ASI pada anak saya disela-sela penyinarannya. Di ruang laktasi, saya melihat kesamaan dari tiap wanita habis melahirkan yang duduk di sana sambil memegang bayinya. Mereka duduk diam sambil memandangi bayi di genggamannya, tak mempedulikan tubuh yang baru kesakitan. Matanya penuh dengan kekaguman dan cinta… sebagian nengajak bicara walau yang diajak bicara tidur pulas dan tak paham.

Menjadi ibu di usia saya sekarang secara fisik memang berat. Tapi bayangkan rasanya ketika kau berlari hampir ketinggalan kereta terakhir ke tempat yang kau idam-idamkan, dan kau berhasil menaikinya.

Ajari aku tentang iman


Ajari aku lagi, Tuhan
Tentang iman yang benar,
Seperti Kau ajari aku dulu
Ketika aku berdoa tapi tak menunjukkan imanku

Ajari aku lagi, Tuhan
Tentang iman yang benar,
Seperti Kau ajari aku dulu
Bahwa ketika aku berdoa
Aku harus percaya sepenuhnya
Bahwa Kau tahu yang terbaik

Ajari aku lagi, Tuhan
Tentang iman yang benar,
Memohon, sekaligus berserah
Berserah, sekaligus percaya
Percaya walau belum melihat
Percaya bahwa tangan yang tak kelihatan itu tahu yang terbaik
Menerima setiap keputusan-Nya
Dengan ucapan syukur

Hanya bercanda?


Amsal 26:18-19
Seperti orang gila menembakkan panah api, panah dan maut, demikianlah orang yang memperdaya sesamanya dan berkata: “Aku hanya bersenda gurau.”

Pernahkah Anda mendengar orang berkata “aku kan hanya bercanda” atau “ah itu kan hanya main-main saja”?

Bercanda bukanlah sesuatu yang salah, jika dilakukan pada saat yang tepat. Tapi jika itu dilakukan pada saat yang salah, Alkitab berkata, seperti orang gila yang menembakkan panah api.

Dapatkah Anda membayangkan orang gila yang menembakkan panah api. Dia melakukannya tanpa pertimbangan, tanpa pikir panjang dan sangat membahayakan, bukan hanya satu orang, tapi banyak orang yang ada di sekelilingnya.

Kontestasi pilpres sedang memasuki babak akhir, di mana penilaian setiap calon (dan partai pengusungnya) sudah selesai dilakukan oleh rakyat. Rakyat jaman sekarang, khususnya milenial dan gen-Z yang merupakan sebagian besar pemilih sudah terbiasa menilai (sudah berapa banyak ajang pencarian bakat yang dilakukan berdasarkan penilaian ‘rakyat’).

Papa saya pendukung Ganjar Pranowo, capres yang semakin lama semakin menampakkan keangkuhannya dan didukung oleh partai yang ketuanya pun tidak bisa menjaga lisannya.

Sejak awal saya katakan pada Papa, Ganjar tidak mungkin menang, gaya komunikasinya tidak dapat diterima oleh generasi jaman sekarang. Ketika diwawancara oleh salah satu podcaster, Alam Ganjar, putera Ganjar berkata “ayah saya hanya bercanda, itu satir saja”. Papa saya pun sama seperti Alam Ganjar, menjawab,”itu kan guyon aja”

Masalahnya, Ganjar bercanda di saat yang tidak tepat, dengan audien yang tidak tepat dan di ajang yang tidak tepat. Jika dia bercanda di panggung komika, mungkin orang akan memberikan applause.

Begitu pun dengan ketua partai pengusungnya, Ibu Megawati, yang dengan bercanda berkata “saya ini cantik dan karismatik”, “gini-gini saya anak proklamator lho”, “bukan sombong, gini-gini saya presiden kelima lho”

Bagi angkatan Papa saya mungkin mendengar bu Mega berkata begitu akan maklum dan dalam pikirannya kata-kata itu dikategorikan “hanya bercanda”, tapi bagi generasi jaman sekarang, yang memiliki panggung khusus bercanda (stand up comedy atau panggung lawak lainnya), apa yang diucapkan bu Mega itu norak, tidak pada tempatnya dan justru menurunkan wibawanya sendiri.

Belum lagi momen yang terkenal sampai saat ini. Saya tidak tahu apakah mereka berdua menyesal karena telah bercanda tidak pada tempatnya. Ketika Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan memberikan nilai kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto di acara debat.

Dengan wajah seperti itu, angkatan Papa saya hanya akan tertawa dan berkata “ah, itu kan hanya bercanda”, tapi sekali lagi, angkatan muda yang menilai ini bukanlah panggung standup comedy akan melihatnya sebagai “orang gila yang menembakkan panah api”

Ironisnya, ketika dibalas oleh Gibran pada debat cawapres, angkatan Papa saya justru berkata “itu kurang ajar dan songong”, yang sontak saja oleh Grace Natalie (seusia saya btw) dijawab “apa bedanya? Waktu itu Pak Anies dan Pak Ganjar pun begitu. Beda usianya mirip-mirip tuh, dua puluh tahun”

“Hanya bercanda” yang mereka lakukan terbukti seperti orang gila yang menembakkan panah api. Rakyat memberi nilai rendah pada mereka berdua, hingga dijadikan bahan olok-olokan kaum muda. Ya, menjadi orang gila yang menembakkan panah api, tapi panah apinya tidak kena sasaran lawan malah mengenai dirinya sendiri.

Sejak kecil, jarang sekali ada orang tua yang mengajarkan “berpikirlah sebelum bicara”, sehingga banyak orang yang asal bicara. Ketika kepepet, kemudian menjawab “hanya bercanda”.

Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo mendapatkan hasil dari bercandanya yang kelewatan. Mudah-mudahan kita tidak menjadi generasi yang seperti orang gila menembakkan panah api…

Satu Tahun Bersamamu


Satu tahun bersamamu,
Tidak seperti dalam dongeng
Karena kisah kita nyata
Dengan segala pengalaman pahit masa lalu,
… dan pengalaman manis masa kini

Kita tertawa, menangis,
Kita bertengkar, berdamai,
Kita saling membujuk
Membicarakan tiap perbedaan,
Menemukan tiap solusi,
Menyelesaikan tiap masalah

Satu tahun bersamamu,
Menyatukan perbedaan,
Meleburkan pandangan hidup,
Menetapkan tujuan

Selamat merayakan satu tahun bersama, Sayang…
Mari melanjutkan petualangan kita

23 Februari 2023 – 23 Februari 2024

Kembalinya Sang Macan


Pernah suatu saat Sang Macan terluka,
Setelah dua kali pertarungan panjang
Taring tetap ditunjukkan walau kuku menumpul,
Menanggung malu karena kekalahan dua kali

Aral dikalahkan oleh tukang kayu
Sang pembisik memintanya tetap berseberangan,
Tetaplah kita berjuang melawan tukang kayu itu
Sampai titik darah penghabisan

Sang Jenderal adalah prajurit,
Dilatih untuk mendahulukan negara,
Tak dididik untuk mendendam,
Bersatu dengan tukang kayu
Demi mengabdi pada negara

Dia adalah Macan Asia
Kini kembali untuk bertarung
Dengan tukang kayu di belakang,
Dan anak tukang kayu di sisinya,
Dia tak akan kalah lagi

Kini kukunya kembali runcing,
Banteng bukanlah lawan sepadan,
Apalagi banteng memajukan Si Angkuh
Lawan tak sepadan yang angkuh dan suka menggerutu

Kemenangan telak diperoleh,
Sang Macan Asia kembali
Masa lalu tak menghalangi kini
Karena dia dikelilingi orang baik
Pendukung si tukang kayu,
yang mempercayai pilihannya

Berjuanglah di depan, hai Jenderal,
Berjuanglah untuk bangsamu,
Walau harus terpincang kau berjalan,
Anak-anak bangsa bersamamu
Pemuda pemudi di belakangmu

Berjuanglah Macan Asia,
Mengaumlah dengan keras
Tunjukkan bahwa Indonesia bisa,
Buktikan apa yang selalu kau perjuangkan
Bahwa kita adalah bangsa yang besar

Selamat atas kemenangan Bapak Prabowo dan Gibran di Pemilu 2024